SAYACINTAINDONESIA — Ada begitu banyak warisan jaman kolonial yang masih bisa kita temukan di sekitar kita. Warisan yang terlihat misalnya seperti Kota Tua, tradisi hukum, bahkan di warung tegal yang ada di samping rumah pun merupakan wujud warisan yang bisa kita lihat.
Akan tetapi, ada satu lagi warisan yang tidak kelihatan wujudnya namun masih menempel pada mental orang Indonesia sampai sekarang, yaitu konsep pribumi.
“Memangnya apa dan siapa pribumi itu sebenarnya?”
Menurut KBBI, pribumi artinya adalah penghuni asli yang berasal dari tempat yang bersangkutan. Umumnya, yang kita sebut pribumi atau orang asli Indonesia adalah orang suku Jawa, Minangkabau, Bali, Dayak, Papua, dan suku-suku lain yang baju adatnya sering kita lihat di setiap perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus.
Sementara itu, orang-orang Indonesia keturunan Tionghoa, Arab atau India masih sering kita perlakukan seperti orang asing. Singkatnya, mereka sering kita anggap sebagi bangsa pendatang. Padahal, mereka tidak hanya lahir dan besar di Indonesia tapi juga berbudaya dan berbahasa Indonesia.
Akhirnya lahirnya istilah seperti diskriminasi dna kecemburuan sosial yang banyak kita temukan terutama saat dunia perpolitikan sedang panas seperti Pemilu Gubernur yang terjadi di Ibu Kota Jakarta.
Kita yang sekarang mengaku-ngaku sebagai orang Indonesia asli sering tidak sadar bahwa seluruh suku dari Sabang hingga Merauke sebetulnya dulu termasuk bangsa pendatang. Menurut bukti prasejarah yang ada, penghuni bumi Nusantara yang paling awal adalah Homo Erectus. Spesies ini diperkirakan sudah ada sejak 1-2 juta tahun lalu dan banyak variasinya. Sampai-sampai sebanyak 50% temuan fosil Homo Erectus dunia asalnya dari Indonesia.
Spesies manusia modern baru masuk ke Nusantara secara bertahap pada Era Pleistosen, para manusia pendatang ini terbagi menjadi dua golongan yaitu Melanesia dan Austronesia. Merekalah yang berkembang menjadi suku-suku yang kita kenal sekarang.
Sementara, bangsa Indonesia keturunan Tionghoa, Arab dan India juga termasuk ke salah satu leluhur besar di populasi masyarakat Indonesia. Seperti yang kita ketahui, proses orang-orang Tiongkok, Arab dan India masuk ke Indonesia sejak pertama kali kerap disambut baik dan menghasilkan banyak perkawinan silang dengan rakyat asli Indonesia yang akhirnya memberi keturunan bangsa Indonesia dengan ragam etnis yang bertambah.
Hanya saja, dikarenakan ada sejarah pada masa penjajahan Eropa yang menyebabkan pengelompokan etnis, hal itulah yang mulai menimbulkan kesenjangan etnis dan sosial di kalangan bangsa Indonesia yang akhirnya masyarakat mulai digolong-golongkan dengan etnis tertentu.
Lalu menjelang kemerdekaan, tokoh nasional seperti Cipto Mangunkusumo, Amir Syarifudin dan Soekarno mengusulkan agar orang keturunan Tionghoa dan orang Indo lainnya ikut diperhitungkan sebagai orang Indonesia asalkan mereka sudah menetap, bebudaya, dan berbahasa Indonesia.
Sayangnya, konsep ini hanya bertahan sampai tahun 1965 karena di Era Orde Baru lagi-lagi ada penggolongan antara orang-orang pribumi dan orang non-pribumi. Dampaknya, orang-orang keturunan asing harus beradaptasi dengan budaya Indonesia secara ekstrim misalnya, sampai harus ganti nama untuk kebutuhan negara.
Setelah 32 tahun zaman Orde Baru akhirnya berakhir, konsep penggolongan ini pun kembali dihapuskan oleh Gus Dur. Jadi sekarang, sudah bukan zamannya lagi meributkan soal asal-usul dan perbedaan lainnya. Maka dari itu, kita harus stop rasisme mulai detik ini.
Gambar: Unsplash