SAYACINTAINDONESIA — Video Game, sebuah media hiburan yang memungkinkan orang untuk mewujudkan impian olahraga mereka, menjelajahi dunia lain, menyelesaikan teka-teki selama berjam-jam, dan masih banyak lagi.
Tapi videogame tidak hanya menyenangkan: mereka mengangkat masalah filosofis dan etika yang serius, salah satunya mengenai etika video game. Ini adalah masalah utama yang sering sekali dikhawatirkan para orang tua dan diperdebatkan banyak orang.
Etika Video Game
Hal utama yang diperhatikan dari kata ‘etika’ adalah bagaimana kita memperlakukan orang lain. Merugikan orang lain adalah salah dan sebagian besar videogame tidak melibatkan menyakiti orang sungguhan. Namun mereka tetap mengangkat masalah etika.
Misalnya, banyak videogame yang mengandung kekerasan ekstrim, seperti pembunuhan brutal, yang jelas salah jika dilakukan dalam kenyataan. Sementara beberapa orang menemukan pembunuhan dalam videogame bermasalah secara moral, kebanyakan orang tidak.
Namun, kebanyakan orang akan menganggap pelecehan anak virtual dan kejahatan sadis lainnya salah. Tetapi jika pembunuhan virtual tidak apa-apa karena tidak ada yang benar-benar dirugikan, mengapa pelecehan anak virtual juga tidak apa-apa, karena tidak ada yang benar-benar dirugikan? Sebaliknya, jika pelecehan anak virtual tidak dapat diterima meskipun tidak merugikan siapa pun, mengapa pembunuhan virtual juga tidak dapat diterima?
Kebanyakan orang tidak ingin mengatakan bahwa pelecehan anak virtual tidak berbahaya, atau pembunuhan virtual sama buruknya dengan pelecehan anak virtual. Tetapi bagaimana penilaian ini dapat dibenarkan?
Pertama, kita dapat mencatat perbedaan dalam motivasi khas di balik kedua tindakan tersebut. Membedakan status moral dari tindakan ini dengan motivasi mereka, bagaimanapun, menunjukkan bahwa tidak apa-apa jika seseorang melakukan pelecehan anak virtual tanpa keinginan untuk melakukan pelecehan anak yang sebenarnya.
Kita dapat menghindari konsekuensi ini dengan mengidentifikasi perbedaan moral bukan dalam motivasi, tetapi dalam tindakan itu sendiri .
Misalnya, pelecehan virtual menargetkan individu dengan menggunakan kriteria yang sama dengan individu yang sebenarnya menjadi sasaran dan dirugikan: mengorbankan anak karena mereka adalah anak-anak (atau seorang wanita karena dia seorang wanita, hewan karena mereka adalah hewan, dan seterusnya). Pembunuhan virtual, bagaimanapun, sering diwakili sangat berbeda dari pembunuhan yang sebenarnya: “korban” biasanya hanya acak dan non-deskriptif; mereka tidak terbunuh karena sesuatu yang khusus tentang mereka.
Jadi standar moral kita yang sebenarnya mungkin hanya mengutuk pelecehan anak virtual, tetapi bukan pembunuhan virtual. Tapi mungkin, bertentangan dengan intuisi umum, keduanya memang salah atau bahkan tidak keduanya.
Gambar: Unsplash